Rabu, 20 Maret 2013

Di Sini '

0

Di sini, seorang teman lama pernah berkata,” kamu hanya cukup bertahan dan menunggu, sampai cinta itu datang”. Itu sedikit rumit, lebih tepatnya ‘sedikit’ tidak masuk akal. Berharap menemukan kesempurnaan dari sesuatu yang fana adalah ketiadaan semata. Percaya pada ‘keajaiban kecil’ muncul, sama saja tidak berbuat apa – apa. Dan ketika kita tak berbuat, maka kehilangan melingkupi dalam semesta kesepian.
Dan aku bisa melihatmu, hanya duduk sendiri tanpa berkata apa – apa, hanya sesekali tersenyum pada teman – temanmu yang sedang tertawa dan bercanda, bercengkrama dan berdiskusi dengan kekasih masing – masing. Kamu sesekali mempermainkan handphone mu, membuka dan menunggu berita muncul dari pujaan hatimu, dan tentu saja tak datang – datang. Miris.

Juga. Suatu ketika, pada sore yang lembayu, kamu menggelar kertas kosong dan mengambil pena, menatap kosong kertas - kertasmu. Mencoba menumpahkan rasamu dalam sebait puisi, hingga mentari terbenam, tak sebait pun kata lahir. Dan gelap menyelimuti jiwamu kembali. Hari berlalu tanpa makna, seperti biasa.
Aku pun berpaling, menatapmu dari sudut  malam tergelap yang hampir senyap oleh suara – suara larong dan sekumpulan  kunang – kunang malam.  Aku melihatmu dari sini. Senyummu menutupi gemuruh rindu dan perihmu, yang berkelindang membentuk ketakselarasan kosmos. Tapi tak ada yang simpatik, segalanya tenggelam pada dunia kisah masing – masing. Begitupun kamu.

Dengan segenggam keberanian, pernah aku gumamkan Tanya, apa yang membuatmu sanggup bertahan dan menunggu? sedikit klise sepertinya. Dan kaupun tersenyum, sambil menatap aliran deras sungai yang kita tempati mandi dan mencuci setiap harinya. “Selain aku benar – benar mengasihinya, sisanya Aku tak tahu pasti, suara hatiku hanya berbisik demikian. Itu saja“.

“Yahh..seuntai kata – kata yang lalu, yang mungkin terbawa angin semusim dan singgah di telingaku bertutur, bahwa sebuah pertanyaan kadang tak membutuhkan jawaban, kita hanya butuh hidup di dalamnya, begitukan maksudmu?”

Dia tak menjawab, hanya tersenyum dan kembali menatap aliran air sungai. Aku coba menerka jalan pikirnya. Memcoba masuk pada duka dan laranya, tapi aku hanya melihat seutas senyum yang absurd. Senyum yang bisa jadi meluluhlantakkan serangkai masa depan yang cerah.

Aku juga tak tahu pasti, adakah cintanya ia sebut ekstase ataukah kebisuan yang terenggut oleh kemalangan yang rumit? Bagiku, dia masih hidup, menjejak bumi. Masih ada sebuah ruang dimana dia bisa berbuat, hingga kegilaanya tak memancar dan menggerus luka disana sini.


Dalam hening yang merebahkan jiwa – jiwa, aku mendengar sayup nyanyian pilu yang rindu. Kekasih tak kunjung datang, dan nestapa tak jua pulang – pulang. Aku tak tahu mengapa, air mataku jatuh merembes kemana – mana… []

( Untuk Kamu, yang sendiri duduk melamung di Posko KKN_nya ; Bantaeng Butta Toa_ Maret_ 2013)

No Response to "Di Sini '"

Posting Komentar