Jumat, 05 April 2013

Selingkuh_itu

0


Aku tak habis pikir, kesenangan atau kedalaman cinta seperti apa yang membuat manusia _ lelaki dan perempuan_ bisa menyulam serta menyimpan dengan sangat apik dan rapi cinta yang lain, rindu yang lain di luar kecintaan terhadap cintanya yang asali? Ataukah betul tentang rumor kuno yang sudah lama terkubur bahwa tak ada yang ‘asali’? Lalu apa yang mesti diperjuagkan di tengah manusia yang tak punya harapan kesejatian? Harapan keutuhan. Tak punya kesetiaan pada yang satu.

Lalu, bagaimana dengan Ide tentang Tuhan dan seperangkat penghabaan tulus kepada_Nya dalam agama-agama? Adakah Dia adalah ide yang palsu, dan tak mesti harus dipercayai? Aku tak tahu, Dia terlalu subjektif untuk kita persoalkan dan komparasikan. Segalanya seperti kosong dalam kehampaan yang melilit, tak memiliki eksistensi dalam pengertian yang biasa.
Dan, aku pulang dengan dongkol dari ruang perpustakaan itu, sambil mengantongi penggalan kalimat-kalimat ‘menjijikkan’ dari aksara datar yang dia nubuatkan. “Baru kemarin dia bilang ‘suka’, sekarang sudah menghilang”. ada rindu yang sangat yang dia titipkan pada kata ‘menghilang’. rindu yang hanya mereka yang dapat pahami bersama. Rindu yang sudah berpuluh tahun dia simpan. Dan sekarang dia semburatkan dihadapannya. Tapi aku tak akan menginterpretasi lebih jauh kalimat-kalimat rindu dari mereka. Aku hanya merasa asing pada sebuah dunia yang aku hinggapi sekarang. Dunia yang terpilin oleh lilin-lilin yang penuh oleh topeng Batiatius di Ludus. Tak punya jelas. Hanya sebuah dunia yang penuh teriakan, teks, hingar bingar.

Beberapa hari lalu, aku melihat begitu banyak wajah yang menyembunyikan dirinya. Menyembunyikan cinta dan rindunya. Lelaki dan perempuan, berlomba mengejar cinta ( atau hasrat) yang tak mereka kenali. Perselingkuhan digelar pada dunia firtual, pada teknologi yang dipercepat dan dipermampat. Perselingkuhan seakan mempunyai potongan kisahnya sendiri sekaligus sebagai hiburan yang menjanjikan. Dan itu dimana-mana. Bisa dimana saja.

Dan hati yang luka , tentu saja adalah sepele. Itu urusan untuk setiap pribadi. Masing-,masing kita tak punya campur. Hidup itu keras sekaligus kehalusan yang mengelabui. Manusia adalah Malaikat sekaligus Binatang dalam seonggok daging melata. Hanya tampak indah dengan fashion dan style yang mapan. Ketika kita telanjang, itulah kebenaran yang dapat kita cumbui.
Kesetiaan adalah sebuah kemustahilan yang pasti. Atau sebaris kosa kata yang kolot dan menjemukan. Seperti Tuhan yang kemudian termanifestasikan dengan berbagai nama dan sifat,.maka cinta pun demikian. Tercecer dan menetes di  sekolah, di kelas, di kantor, dan di mesjid ataupun di jambang-jambang dan selokan. Dikantongi dan dicampakkan. Cinta seperti inilah yang kita mamah dan nikmati pecahan labirin yang ditawarkan.

Dan manusia ; lelaki dan perempuan, hanya butuh sedikit kecerdasan dan sekelumit rumus kebohongan  untuk menyimpan rapat agar pasangan ‘kita’ tak tahu. Dan aku kira itulah ‘Pengkhianatan yang Cantik’.

Manusia yang luka, yang bodoh. Yang hanya menyimpan satu cinta untuk satu manusia, sebaiknya berdamai dan sesekali menulis tentang epos kesejatiannya sendiri. Kesejatian yang ‘mungkin’ sayup dan tak ramah.

Siang Hari ; 2012

Rabu, 27 Maret 2013

Mampir

0



Pelacur itu kedinginan
Berjalan diatas batu – batu cadas yang masih basah
Tubuhnya yang gigil telanjang dia tutup
Dengan tapal tangan yang halus putih
Masih…
Menelusur gelap
Menjamu senyap
Pada rerimbunan jalan setapak yang singkat
Pada pohon – pohon randu yang ingkar
Dan berpasang – pasang mata musang yang lapar
Siap menerkam setiap makhluk yang masih punya iman

 **
Dunia, katamu
Adalah belantara yang runyam
Taman – taman kudus yang nista,
Tak ada rumah untukmu
Kecuali di Gereja, tempat kamu mampir mengaku dosa
Dan disinilah
Di hadapan perawan suci Maria
Kamu menanggalkan duniamu
Dan memulai hidup dalam jiwamu
Bersama tuhanmu ;

[ Bantaeng, March 2013]

Waktu,

0



Kamu dibunuh waktu
Digerusnya dirimu pada jejeran shubuh kala itu
Tak berhenti tanganmu menggapai
Tetap saja kamu tenggelam
Diantara selisir jarum jam kala dini hari
Mati
Itu mungkin kutukan yang dinubuatkan oleh Dia Sang Pemilik Waktu
Lalu kamu mau saja
Tak bisa mengelak
Seperti jongos yang larat di kota tua
Sedikit demi sedikit, mati melarat
#
Shubuh hampir tiba
Dengan merah kereta kencana
Membawa bala tentara detik dan menit yang tak punya payah
Kamu siap dikepung, dilipat, dan dijungkirbalikkan
Tubuhmu hanya bisa melongo dengan peluh dan sedikit Tawa
Menerima tanpa daya
Ini hidup, meski begitu
Juga bisa tak begitu, bukan?
Selalu ada Pilihan diantara jimbunan kematian
Dan waktu ; bisa kita lawan
[ Bantaeng, March 2013 ]

Interpelasi

0


Sekedar Tanya pada sebuah magrib
Kenapa bersembunyi pada guguran hutan itu?
Tidakkah itu membuatmu terhalang oleh rimbun?
Kita sudah menjadi mystery, lalu kita membuat ketakjelasan lagi
Kitapun menggumang Tanya kemana – mana,
Seperti si gila di jalan – jalan, tak tahu apa – apa.
Kita bisa bertanya, tapi itu sudah jelas
Hanya kamu yang membuatnya tersembunyi.
Aku masih menyebut namamu diantara sekian ribu kata yang lahir
Kata yang tak jelas rimbanya…
Di sana ada symbol
Di sana ada Tanda
Dan sesuatu yang lain terjadi
Kamu tak menyahut ; Dia yang menyahut
The other di luar dirimu dan diriku
#
Magrib mengejap, adzan mengumandang
Rimbunan malaikat beterbangan dari menara – menara masjid
Gaduh ;
Aku kembali terhenyak, diam
Masih memanggul retakan – retakan iman yang lamur
[ Bantaeng ; Maret 2013 ]

Rabu, 20 Maret 2013

Di Sini '

0

Di sini, seorang teman lama pernah berkata,” kamu hanya cukup bertahan dan menunggu, sampai cinta itu datang”. Itu sedikit rumit, lebih tepatnya ‘sedikit’ tidak masuk akal. Berharap menemukan kesempurnaan dari sesuatu yang fana adalah ketiadaan semata. Percaya pada ‘keajaiban kecil’ muncul, sama saja tidak berbuat apa – apa. Dan ketika kita tak berbuat, maka kehilangan melingkupi dalam semesta kesepian.
Dan aku bisa melihatmu, hanya duduk sendiri tanpa berkata apa – apa, hanya sesekali tersenyum pada teman – temanmu yang sedang tertawa dan bercanda, bercengkrama dan berdiskusi dengan kekasih masing – masing. Kamu sesekali mempermainkan handphone mu, membuka dan menunggu berita muncul dari pujaan hatimu, dan tentu saja tak datang – datang. Miris.

Juga. Suatu ketika, pada sore yang lembayu, kamu menggelar kertas kosong dan mengambil pena, menatap kosong kertas - kertasmu. Mencoba menumpahkan rasamu dalam sebait puisi, hingga mentari terbenam, tak sebait pun kata lahir. Dan gelap menyelimuti jiwamu kembali. Hari berlalu tanpa makna, seperti biasa.
Aku pun berpaling, menatapmu dari sudut  malam tergelap yang hampir senyap oleh suara – suara larong dan sekumpulan  kunang – kunang malam.  Aku melihatmu dari sini. Senyummu menutupi gemuruh rindu dan perihmu, yang berkelindang membentuk ketakselarasan kosmos. Tapi tak ada yang simpatik, segalanya tenggelam pada dunia kisah masing – masing. Begitupun kamu.

Dengan segenggam keberanian, pernah aku gumamkan Tanya, apa yang membuatmu sanggup bertahan dan menunggu? sedikit klise sepertinya. Dan kaupun tersenyum, sambil menatap aliran deras sungai yang kita tempati mandi dan mencuci setiap harinya. “Selain aku benar – benar mengasihinya, sisanya Aku tak tahu pasti, suara hatiku hanya berbisik demikian. Itu saja“.

“Yahh..seuntai kata – kata yang lalu, yang mungkin terbawa angin semusim dan singgah di telingaku bertutur, bahwa sebuah pertanyaan kadang tak membutuhkan jawaban, kita hanya butuh hidup di dalamnya, begitukan maksudmu?”

Dia tak menjawab, hanya tersenyum dan kembali menatap aliran air sungai. Aku coba menerka jalan pikirnya. Memcoba masuk pada duka dan laranya, tapi aku hanya melihat seutas senyum yang absurd. Senyum yang bisa jadi meluluhlantakkan serangkai masa depan yang cerah.

Aku juga tak tahu pasti, adakah cintanya ia sebut ekstase ataukah kebisuan yang terenggut oleh kemalangan yang rumit? Bagiku, dia masih hidup, menjejak bumi. Masih ada sebuah ruang dimana dia bisa berbuat, hingga kegilaanya tak memancar dan menggerus luka disana sini.


Dalam hening yang merebahkan jiwa – jiwa, aku mendengar sayup nyanyian pilu yang rindu. Kekasih tak kunjung datang, dan nestapa tak jua pulang – pulang. Aku tak tahu mengapa, air mataku jatuh merembes kemana – mana… []

( Untuk Kamu, yang sendiri duduk melamung di Posko KKN_nya ; Bantaeng Butta Toa_ Maret_ 2013)

Senin, 18 Maret 2013

Mata MeraH

2

Mata kamu tutup, ketika surya mulai kuncup
Sarung kamu gelar hingga bayangmu tenggelam
gelas - gelas kopi pamit memohon undur diri
pagipun jengah, pucat menggelap
Tak ada yang tahu
kamu terlelap
Hari itu pada pukul 06.00 pagi
Pada seruas ruang kosong yang pengap

Katamu, kau ingin jadi hantu
berkelabat dan bercinta di kuburan
Tak ada manusia - manusia disana
Hanya sunyi yang meronta menjerit
Gelap selalu punya bahasa mistis yang intim

Kamu mungkin mengigau
Bertemu dengan Maut kemarin siang sepulang sekolah
Mengajaknya makan dan minum kopi di warung Bu Narti
Kalian tertawa cekikikan
Dan setelah itu, kamu pulang
Menangis
Seperti bayi dengan mata merah*

[ Bantaeng, March 2013 ]

Selasa, 05 Maret 2013

MAKKUNRAII ''

0

Makkunraii,.
diantara aspal dan lebam malam
tanganmu menggapai mencari darma
pada lelaki hidung belang
yang nyari jajan di jalan - jalan

Makkunrai,.
dirimu masih disana
melambai-lambai semalaman
membeberkan sepotong paha dan bibir yan merah
berharap mereka singgah untuk menggoda
dengan selembar uang merah

pagi hampir menderai
bedakmu kini mencair
wajahmu coreng moreng
dan tentu saja
kamu tak laku-laku

Jika uang tak kau dapat,
anakmu makan apa?

Mungkin perlu sawaktu-waktu
aku keliling ke kampus-kampus
menjajankan diri
seperti ikan dalam keranjang
agar mereka tahu,
bahwa dunia omong kosong

Makkunraii,.
pagi sudah tiba
waktunya merebahkan diri
mencari nilai di sela mimpi

kalau tak kau dapat
bolehlah kau hujat
tuhan di seberang sana.

[ Mangasa, 2012 ]

Rabu, 27 Februari 2013

Kenshin, Samurai, dan sedikit tentang Eksistensi

0
Saat seseorang membunuh, akan lahir kebencian. (hingga) Membiarkan mereka membunuh diri mereka sendiri.Sampai Idealisme itu terputus.Itulah tujuan Pedangku.
(Rurouni Kenshin)

Beberapa waktu yang lampau, seorang sahabat menganjurkan menonton beberapa film.Salah satunya adalah Rurouni kenshin, seorang samurai yang mencecap hidup pada revolusi jepang (restorasi Meiji) kala itu.Dia adalah salah satu dari Hitokiri atau pembunuh berdarah dingin.Disanalah dia memanggul tugas sebagai seorang Battoshai sang pembantai. Dan kita tahu, tugassangat identik dengan tanggung jawab yang luhur dan pada zaman perang menjadi satu-satunya harapan, mengorbankan puluhan nyawa, untuk hidup yang lebih baik. Itulah mungkin yang diyakininya ; membantai manusia – manusia hingga ditemui cita – cita jalan kedamaian. Semacam pesan ‘rahasia’ yang tak lazim bagi seorang Samurai.Karena kita tahu, keberadaan mereka adalah untuk membunuh dengan sebilah katana* ditangannya.

Perang berakhir ; Era baru dimulai. Segalanya seperti angin kering yang meninggalkan gersang.Samurai berhenti, tak punya tujuan.Dan Kenshin pun menikmati identitas barunya sebagai seorang pengelana.Mengembara kesana kemari dengan katana terbaliknya. Dia berjanji tak akan lagi membunuh. Dia menjadi legenda, tokoh yang menyisakan cerita tersendiri.Benarkah demikian? Bukankah perang hanya akan menyisakan lega yang terbalut perih? Senyum yang mengembang adalah symbol untuk menutupi wajah manusia yang penuh lamur darah.Wajah yang mengguratkan ‘betapa barbarnya’ kita.Bukan ‘legenda’ ataupun ‘pahlawan’.

Perang (dalam konteks jepang) juga telah memberangus eksistensi sebagian samurai yang masih hidup kala itu.Mereka kehilangan tujuan hidup (membunuh) yang sekaligus menjadi pekerjaan.Apalagi setelah pelarangan membawa pedang kemana – mana.Dan pada akhirnya, demi bertahan hidup, merekapun menjilat kesana kemari pada segelintir orang – orang kaya, saling menebas dan menumpahkan darah.Mereka menjadi pembunuh bayaran.Kepentingan kuasa mesti selaras dengan identitas mereka.Dan pada akhirnya, pembunuhan tak bisa dihindarkan.
 
Samurai sebenarnya adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, yang  berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", Dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan. Istilah yang lebih tepat adalah bushi (harafiah: "orang bersenjata") yang digunakan semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari kalangan bangsawan, dan bukan untuk ashigaru (tentara berjalan kaki), misalnya. Bagi mereka, Samurai tanpa katana tak memiliki arti sama sekali. Katana hanyalah alat untuk membunuh.Inilah yang menjadi satu-satunya tanda keberadaan mereka.

Tapi dilain pihak, juga ada beberapa yang keluar dari batasan itu. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: "orang ombak"). Ronin ; jalan inilah yang dipilih oleh Kenshin. Jalan yang sedikit mustahil. Berharap akan kedamaian dengan membenamkan diri pada laut, dan laut tak selamanya ramah. Akan selalu ada badai yang mengempas dan menerjang.Pada saat itu, kita tak bisa menghindar, kecuali menjadi karang.Tapi, Kenshin beruntung, dia bertemu dengan Kaoru, seorang gadis cantik, pemilik perguruan Dojo warisan ayahnya.“Jangan pernah mencari keuntungan dari sebilah pedang”, katanya. Dan kenshin menjadi sadar, dia akan menjadi karang, melindungi siapapun yang ada disekitarnya. Tak peduli sebesar apapun badai itu.Tapi sampai kapan?

“Saat seseorang membunuh, akan lahir kebencian. (hingga) Membiarkan mereka membunuh diri mereka sendiri.Sampai Idealisme itu terputus.Itulah tujuan Pedangku”, katanya.

Bagaimana sebenarnya kita melihat ‘keberadaan’?Apa itu eksistensi? Saya sebenarnya adalah pembaca yang awam.Tapi dari beberapa kepingan literature, saya mendapatkan bahwa Eksistensi merupakan ‘cara khas’ manusia hidup atau berada di alam ini.Cara mereka hidup menggambarkan eksistensi mereka.Manusia hidup di luar dirinya, sibuk dengan kesibukan dan rutinitas untuk sampai kedalam dirinya.Berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari diri sendiri.Seperti itu mungkin sederhananya.Heidegger menyebutnya sebagai dasein(being-there) yaitu eksistensi manusia didunia empiris ini.Baginya manusia selalu ada dalam dunia, bersama seluruh benda-benda (being-in-the-world). Dan ‘ada’ nya manusia ini bukan sekedar ‘ada’ atau etre tetapi a etre (istilah Sartre). Ada-nya terus menjadi (becoming), berproses tanpa henti, tidak pernah selesai.Heidegger mengistilahkannya dengan "zu sein", sedangkan gerakan memperbaharui diri ini disebutnya eksistensial. Eksistensialisme adalah corak pemikiran jaman modern yang merupakan pemberontakan terhadap model pemikran sebelumnya, yaitu materialisme dan idealisme (Drijarkara :1981)

Itulah mungkin yang berusaha dilakukan Kenshin. Meninggalkan pekerjaanya sebagai seorang Batthosai sang pembantai. Dan berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik, yang secara aktif dan kreatif, keluar dari dirinya, dan menjadi manusia baru untuk dirinya dan orang – orang disekitarnya (yang dia cintai).Berusaha untuk selalu melampaui kedirian sebagai manusia. Itu mungkin yang penting.

Untuk J, hanya ini kata yang dapat aku rangkai pada pembaringan titik nadir 'kita', mungkin ini jugalah sketsa yang lebih maknawi, seutas makna yang lahir dari rahim ketakberhinggaan sejarah. aku, kamu, melebur menjadi 'kita', suatu saat nanti.
 
(Mangasa, 27 April 2013)








*Katana adalah pedang panjang (daito), walaupun di Jepang sendiri merujuk pada semua jenis pedang. Katana adalah kunyomi (sebutan Jepang) dari bentuk kanji  刀 ; sedangkan onyomi (sebutan untuk Hanzi) karakter kanji tersebut adalah to. Ia merujuk kepada pedang satu mata, melengkung yang khusus yang secara tradisi digunakan oleh samurai Jepang.

Kenshin menggunakan katana terbalik, dimana bagian yang tajam menjadi punggung pedang dan yang tumpul digunakan untuk menebas lawan-lawannya. dengan ini, lawannya tidak akan mati karenanya. Ini sebagai bukti kuat untuk mengekang keinginannya membunuh.